Senin, 21 Desember 2015

Labirin Kusam




Entah sejak kapan aku meringkuk di sini. Terjebak dalam labirin yang ku ciptakan sendiri. Setelah sekian lama, lama sekali, aku terhuyung dihempas pernak-pernik indah. Beterbangan di hangatnya atmosfer angan-angan. Hingga mereka perlahan
pergi. Pernak-pernik yang ku banggakan pada diriku sendiri kini telah pudar. Dan aku, hanya bisa sesenggukan dalam lutut yang ku peluk dalam-dalam.

"Kak Gadis! Ngapain diam di situ? Kemari!"

Oh ya! Lihat saja. Bahkan aku sampai lupa aku sekarang sedang berada di mana dan harus seperti apa. Labirin kusam ini membuat ambigu. Angan-nyata, sedetik nyata kembali ke angan lagi, terkesiap beberapa kali. Terus saja begitu.

"Oh, iya! Bagaimana aku bisa asyik melamun di tengah keriuhan bahagia seperti ini." Aku tergelak. Setidaknya ini bisa membuatku sedikit terbebas dari labirin kusam itu, meski seperti ada bongkahan penyumpal yang menghimpit jalur pernafasanku.

"Ini dia. Sahabatku yang paling caaantik. Ratu sejagad untuk hari ini." Pujiku jujur. Benar. Aku tak sedang berbohong, gadis di hadapanku ini terlihat begitu cantik hari ini. Dia sahabatku. Kakak dari seorang gadis lain yang tadi telah melepaskan bekapan labirinku.

"Kau juga tak kalah cantik, Gadis." Timpalnya kemudian. Ia merekahkan senyumnya. Ah, dia terlihat sangat bahagia dengan hiasan gaun putih hari ini. "Maukah kau berfoto bersama kami?" Tawarnya kemudian melambaikan tangan kepada seorang pria. Pria berjas hitam dengan kemeja putih itu berjalan menuju ke arah kami.

Oh, Tuhan! Bisakah kau redam jantungku yang sudah meronta berlari ini? Ku mohon, agar ia tak membuat air di relungku membuncah keluar!

"Tentu! Tentu saja. Aku akan menjadi gadis yang paling bahagia bisa berpose bersama kalian hari ini. Mana dia? Oh itu! Ayo, sebelum dandananku luntur!" Aku kembali tergelak.

Oh, Tuhan! Aku tak berdusta perihal apa yang baru saja ku katakan. Aku bahagia. Sungguh! Teramat bahagia. Meski setelah ini aku harus meringkuk lebih dalam lagi dibandingkan sebelumnya, di dalam labirin kusam nan pengap, yang kini sudah mulai menghimpit dan membekap.

Tuhan! Tolong tahan air mata ini untuk meluruh. Jangan di sini! Biar saja dalam labirinku. Sendiri. Dan pria ini. Biarlah. Mungkin perannya memang hanya menjadi pemain tetap labirin masalaluku. Biar, Tuhan. Jika memang itu yang kau izinkan.



#MalamNarasi #OWOP #OneWeekOnePaper

Tidak ada komentar:

Posting Komentar