Selasa, 20 Oktober 2015

Siapa Sahabatmu?

Apa yang ada di pikiran kalian ketika membaca, mendengar, atau selintas tahu tentang satu kata yang biasa kalian sebut dengan ‘Sahabat’?

Atau, mungkin pertanyaan itu harus sedikit dirubah menjadi
: siapa. Siapa nama pertama yang kalian pikirkan tentang kata tersebut?

Ya, pertama. Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah ‘Siapa yang pertama ada di pikiranmu?’, jadi sebut satu nama saja. Karena mungkin kalian akan memunculkan banyak nama ketika ada yang bertanya tentang ‘Siapa sahabatmu?’, dan pertanyaan ini tidak menghendaki hal itu.
Jika kalian terlalu malu untuk menyebutnya sebagai seorang sahabat, batin saja namanya. Sebab ternyata banyak orang yang tidak bisa—bukan tidak mau—untuk mengatakan seseorang tersebut sebagai sahabat terbaiknya. Bukan karena malu sebab sahabatnya buruk rupa, cacat, atau bersikap hyper—misalnya, bukan. Tapi karena satu alasan yang hanya diri mereka sendiri yang tahu.

Tunggu, apa tadi aku berkata jika banyak orang yang seperti itu? Hahaha. Aku sungguh terlalu berani mengatakan hal itu. Karena mungkin pada kenyataannya... ehm, entahlah? Aku hanya menebak, dan tak benar-benar tahu kenyataan dari berbagai macam persahabatan yang ada.

Baiklah, kembali pada pertanyaan semula. Siapa yang pertama ada di pikiranmu ketika kata ‘Sahabat’ itu muncul dalam benakmu?

Jawablah, pada diri kalian sendiri. Untuk kalian sendiri. Dan oleh kejujuran kalian sendiri.
Apakah sulit?

Ya, ternyata pertanyaan sesederhana itu terkadang memang sulit. Namun, sadarkah? Sebenarnya bukan jawabannya yang sulit. Tetapi lebih kepada hati kalian masing-masing. Kejujuran. Itu yang jarang bisa menjadi mudah. Karena terkadang ada orang yang benar-benar berharga bagimu, bagi hatimu, dia sahabatmu, tapi tetap saja kau tak bisa jujur akan hal itu. Menafikkan.

Benar. Entah untuk satu, dua, atau bahkan ribuan alasan yang memaksamu menafikkan bahwa dialah sahabatmu.

Sahabat. Siapa dia? Dimana tempat mereka pada hatimu? Bagaimana makna ia untukmu? Apakah kau sudah bisa jujur tentang adanya dia untukmu? Dan juga, apa kau masih berharap ia membalas anggapanmu bahwa kalian adalah seorang sahabat, agar persahabatanmu tak sekedar ‘bertepuk sebelah tangan’?

Hahaha... mencoba belajarlah menjadi tulus. Karena sahabat, hanya hati kalian yang tahu.

Bersahabatlah.
Jujurlah.
Tuluslah.

Dan... ajari aku untuk bisa memiliki semua itu.



-20/10/15, 20:17-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar