Apa yang ada di pikiran kalian ketika membaca, mendengar,
atau selintas tahu tentang satu kata yang biasa kalian sebut dengan ‘Sahabat’?
Atau, mungkin pertanyaan itu harus sedikit dirubah menjadi
: siapa. Siapa nama pertama yang kalian pikirkan tentang kata tersebut?
: siapa. Siapa nama pertama yang kalian pikirkan tentang kata tersebut?
Ya, pertama. Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah ‘Siapa
yang pertama ada di pikiranmu?’, jadi sebut satu nama saja. Karena mungkin
kalian akan memunculkan banyak nama ketika ada yang bertanya tentang ‘Siapa
sahabatmu?’, dan pertanyaan ini tidak menghendaki hal itu.
Jika kalian terlalu malu untuk menyebutnya sebagai seorang
sahabat, batin saja namanya. Sebab ternyata banyak orang yang tidak bisa—bukan
tidak mau—untuk mengatakan seseorang tersebut sebagai sahabat terbaiknya. Bukan
karena malu sebab sahabatnya buruk rupa, cacat, atau bersikap hyper—misalnya,
bukan. Tapi karena satu alasan yang hanya diri mereka sendiri yang tahu.
Tunggu, apa tadi aku berkata jika banyak orang yang
seperti itu? Hahaha. Aku sungguh terlalu berani mengatakan hal itu. Karena
mungkin pada kenyataannya... ehm, entahlah? Aku hanya menebak, dan tak
benar-benar tahu kenyataan dari berbagai macam persahabatan yang ada.
Baiklah, kembali pada pertanyaan semula. Siapa yang
pertama ada di pikiranmu ketika kata ‘Sahabat’ itu muncul dalam benakmu?
Jawablah, pada diri kalian sendiri. Untuk kalian sendiri. Dan
oleh kejujuran kalian sendiri.
Apakah sulit?
Ya, ternyata pertanyaan sesederhana itu terkadang memang
sulit. Namun, sadarkah? Sebenarnya bukan jawabannya yang sulit. Tetapi lebih
kepada hati kalian masing-masing. Kejujuran. Itu yang jarang bisa menjadi
mudah. Karena terkadang ada orang yang benar-benar berharga bagimu, bagi
hatimu, dia sahabatmu, tapi tetap saja kau tak bisa jujur akan hal itu. Menafikkan.
Benar. Entah untuk satu, dua, atau bahkan ribuan alasan yang memaksamu menafikkan
bahwa dialah sahabatmu.
Sahabat. Siapa dia? Dimana tempat mereka pada hatimu? Bagaimana
makna ia untukmu? Apakah kau sudah bisa jujur tentang adanya dia untukmu? Dan
juga, apa kau masih berharap ia membalas anggapanmu bahwa kalian adalah seorang
sahabat, agar persahabatanmu tak sekedar ‘bertepuk sebelah tangan’?
Hahaha... mencoba belajarlah menjadi tulus. Karena sahabat,
hanya hati kalian yang tahu.
Bersahabatlah.
Jujurlah.
Tuluslah.
Dan... ajari aku untuk bisa memiliki semua itu.
-20/10/15, 20:17-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar